Hukum Imunisasi Polio Menurut Muhammadiyah



Imunisasi Polio dilakukan dengan memberikan vaksin kepada anak-anak. Terdapat sejumlah anak balita yang menderita kelainan sistem kekebalan tubuh yang memerlukan vaksin khusus yang diberikan secara injeksi (IPV). Jika anak-anak yang menderita kelainan sistem kekebalan tubuh tersebut tidak diimunisasi, mereka akan menderita penyakit polio serta sangat dikhawatirkan mereka akan menjadi sumber penyebaran virus polio.


Terdapat banyak jenis vaksin yang bersumber dari bahan-bahan yang diharamkan, terutama enzim tripsin yang berasal dari pangkreas babi.
Dalam proses pembuatan vaksin polio diperlukan bahan dari babi yang disebut enzim tripsin, yang tanpanya tidak mungkin vaksin polio dapat dibuat. Adapun Enzim tripsin babi tersebut bukanlah bahan baku vaksin, namun hanya dipakai sebagai enzim katalisator pemisah sel.
Polio merupakan penyakit yang berbahaya, namun vaksin yang merupakan sarana untuk menghindarkan diri dari penyakit yang berbahaya ini, mengandung unsur babi, - yang jelas haram dimakan dagingnya, - meskipun bukan merupakan bahan baku.
Menurut kaidah fiqihiyah, bahwa “Kebutuhan itu menduduki tempat darurat.” Sementara menghindakan diri dari penyakit adalah kebutuhan. Penyakit polio adalah mafsadah, sementara babi juga mafasadah, karenanya perlu dipertimbangkan madharat yang lebih besar dan yang lebih kecil dari ke-dua mafsadah. Sehingga dapat dipilih madharat yang lebih kecil.
Akhirnya dapat diambil kesimpulan, bahwa vaksinasi polio yang memanfaatkan enzim tripsin dari babi hukumnya adalah mubah atau boleh, sepanjang belum ditemukan vaksin lain yang bebas dari enzim itu, sampai suatu saat nanti ditemukan vaksin yang benar-benar terbebas dari barang yang haram.

Comments

Popular posts from this blog

Pengertian Tahayul, Bid’ah dan Churofat (TBC)

Khittah Langkah 12

Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (MADM)